Balada Ukraina #7

Tanaman yang mati saat musim dingin.

Tanaman yang mati saat musim dingin.

“Di Dnipro sebenarnya jarang turun salju,” kata Julia. “Kalaupun ada, biasanya curahnya sedikit.”

Saya sedang jalan-jalan bareng Julia pada suatu Sabtu siang. Baru saja saya cerita ke dia bahwa suatu malam saya pernah jatuh terpeleset karena jalanan licin dan berkristal es. Slapstick banget! Saat berjalan lagi setelah jatuh, saya baru sadar ponsel Samsung butut saya juga ikut jatuh. Untung ketahuan setelah saya merogoh semua saku jaket dan celana. Untungnya lagi, jalanan itu gelap dan sepi, jadi tak ada orang yang menertawakan saya.

Nik bergabung dengan kami beberapa saat kemudian. “Kau harus lebih hati-hati. Jalanan licin dan flu biasanya terjadi saat musim dingin beralih ke musim semi. Saat es mencair, biasanya banyak penyakit,” kata Nik.

Pada akhir pekan, biasanya selalu ada beberapa teman AIESEC yang mengajak saya jalan-jalan. Umumnya, anak-anak muda Dnipropetrovsk biasa menghabiskan akhir pekan di Alun-Alun Lenin (Lenin Square): ada mal bernama Moct atau Europe Shopping Center di situ, dengan ruang terbuka yang luas. Berjalan-jalan di pedestrian di sepanjang tepian Sungai Dnipro (embankment) juga merupakan kenikmatan tersendiri. Di musim dingin seperti ini, asal cuaca cerah, walau dingin pun mereka lebih suka nongkrong bersama teman-teman di Alun-Alun.

Salah satu warung shaurma.

Salah satu warung shaurma.

Suatu hari, Julia memperkenalkan saya pada jajanan kaki lima yang banyak bertebaran di jalanan Dnipro: shaurma. Oke, di Indonesia yang beginian juga banyak, biasanya di gerobak penjual kebab dan disebut shawarma. Tapi ini kan Dnipro. Tidak banyak pedagang kaki lima di sini, apalagi di musim dingin. Shaurma adalah pilihan pas buat saya untuk menghemat uang. Harganya paling mahal cuma 12 hryvnia, atau sekitar USD 2. Mahal? Yaa memang masih mahal buat rakyat jelata WNI. Tapi kalau makan di restoran atau kafe bisa lebih mahal lagi. Yang penting bukan daging baboy, deh! ๐Ÿ™‚

Selain pedagang shaurma, ada juga beberapa kios kaki lima yang menjual burger, hotdog, rokok, dan minuman. Sesekali saya temukan juga warung yang menjual roti dan daging panggang. Menghafal warung-warung ini penting bagi saya. Sebab, setiap Sabtu dan Minggu tentu saya tidak makan di kantin sekolah. Restoran hanya sesekali menjadi pilihan. Di banyak restoran di Ukraina yang sistemnya prasmanan, harga makanan dihitung berdasarkan banyaknya/beratnya. Biasanya per 100 gram. Jadi, untuk saya yang sekali makan bisa habis beberapa kilogram, makan di resto atau kafe bukan pilihan bijak. Kecuali kalau sedang berkumpul dengan banyak teman dan pengen berlama-lama nongkrong.

Terkadang, saat hari kerja pun, sore atau malam sepulang mengajar ada saja teman yang mengajak jalan atau sekadar nongkrong sambil minum-minum. Kadang mereka minum bir atau vodka, sementara saya memilih minuman teh, jus buah, atau coke. Di sini ada Coca-Cola rasa vanila, rasanya enak banget…hehehe!

Sesekali ada saja teman-teman lain yang bergabung saat saya sedang bersama beberapa teman. Seperti misalnya Sabtu sore itu, saya sedang berjalan-jalan bersama Nik dan Julia. Cuaca dingin seperti biasa, dengan suhu di bawah nol.ย Tak berapa lama, seorang pemuda jangkung menghampiri dan menyapa kami. Kirill Zima, nama laki-laki berusia 19 tahun itu, adalah anggota AIESEC yang datang saat Global Party tempo hari.ย Dia kuliah Teknik Informatika di sebuah universitas swasta.

Warung rokok dan minuman.

Warung rokok dan minuman. Lihat, ada beberapa botol berserakan.

Kami mampir ke sebuah warung yang menjual rokok dan minuman. Saya membeli coke rasa vanila. Kirill membeli sebotol vodka. Katanya, dia tidak akan menghabiskan minumannya sekaligus, sisanya bisa untuk minum juga buat malamnya. Eh, ngomong-ngomong, minum minuman dingin saat musim dingin begini ternyata enak juga lho. ๐Ÿ™‚ Toh, badan selalu bergerak, jadi nggak dingin-dingin amat.ย 

“Tak baik minum itu terlalu sering,” celetuk Kirill sambil menunjuk botol Coca-Cola saya.

“Minum alkohol juga tidak baik,” balas saya. Kami pun tertawa dan meneguk minuman masing-masing. Saya iseng mencoba minum vodka setengah sendok teh dan…cuih, rasanya pahit dan baunya tidak enak! Saya sudah menduga tak bakalan bisa menyukai minuman keras.

Kirill tertawa terbahak-bahak, lalu menggeleng-geleng. “Nggak enak ya? Hahaha! Tapi baguslah kalau kau tidak minum alkohol dan agamamu juga melarang minum alkohol. Kau tahu, di sini vodka sudah jadi budaya, dan banyak orang cenderung minum terlalu banyak. Tapi aku jarang mabuk,” katanya. “Oke, sesekali aku mabuk, saat ada sesuatu yang pantas dirayakan sampai pagi atau sedang stres,” lanjutnya sambil tertawa.

Saya agak takjub saat menyadari bahwa teman-teman saya di AIESEC begitu mudah memahami dan menghormati bahwa saya Muslim dan tak boleh minum alkohol. Bukan cuma tidak boleh, saya bahkan nggak doyan alkohol. Kopi pun hanya saya minum kalau terpaksa. Teman-teman saya bahkan memberitahu saya minuman jus apel yang rasanya nikmat sekali dan bisa dibeli di supermarket.

Waktu SD, seorang teman, namanya Apu, pernah iseng mengajak saya minum anggur yang disimpan di kulkasnya. Waktu itu saya dengan polosnya menyambut ajakan itu, karena mengira dia mengajak minum sirup ABC rasa anggur (!). Tegukan pertama anggur yang sebenarnya milik bapaknya Apu itu langsung saya muntahkan dengan sukses. Kejadian yang persis sama saat saya mencicipi setengah sendok teh vodka “pinjaman” dari Kirill. Mirip mbah dukun yang menyemburkan air dari mulutnya.

Saya pun tidak suka merokok. Lagi-lagi Apu yang mengajari saya merokok di kebun singkong di kampung sebelah, saat saya kelas 6 SD. Selama seminggu saya “kursus” merokok dengan dia, dan karena saya tak kunjung bisa mengisap dan mengembuskan asap rokok dengan benar, dia menyerah. Saya pun sebenarnya bosan dan tidak pernah lagi mencoba merokok sampai sekarang. Saya tak menemukan keasyikan atau kekerenan apa pun dari merokok. Oh ya, Apu sudah meninggal sekitar 10 tahun lalu. Rokok jelas jadi salah satu penyebab utama.

“Orang Ukraina minum vodka dalam banyak kesempatan,” Kirill bercerita. “Di musim dingin, kami minum vodka untuk menghangatkan tubuh. Di musim panas, supaya berani menggoda gadis-gadis,” katanya terbahak. “Eh, bercanda, kok! Hahaha!”

Kirill melanjutkan, vodka mungkin seperti sake di Jepang. Saat ada sesuatu yang dirayakan, orang Ukraina minum vodka. Begitu pula saat libur nasional, di tengah negosiasi penting untuk menciptakan atmosfer yang akrab dan nyaman, setelah pemakaman untuk mendoakan orang yang meninggal, berbaikan dengan orang yang dimusuhi, sebagai upah untuk seseorang yang baru membantu kita, dan bahkan untuk mengurangi sakit punggung ketimbang minum obat.

Di jalanan Dnipro, tak jarang saya melihat beberapa botol vodka kosong diletakkan begitu saja di pinggir trotoar. “Itu bukan buang sembarangan. Biasanya nanti ada pemulung yang mengumpulkan botol-botol itu, lalu mereka jual ke pengepul,” Nik menjelaskan.

Kami mengobrol ngalor-ngidul sambil berjalan menyusuri trotoar yang agak menanjak, menyeberangi rel trem, dan tiba di satu area yang banyak gedung tua yang indah dan taman yang cukup besar.

“Besok, kita main ke sini saja. Ada museum yang bagus di sini. Jam segini sudah tutup,” kata Nik. “Kalau lurus ke sana, ada monumen Perang Dunia Kedua, untuk menghormati para tentara asal Ukraina yang gugur dalam perang itu. Tempatnya bagus, ada pemandangan Sungai Dnipro di depannya.”

Ah, Dnipro di malam musim dingin memang berumur pendek. Di atas jam 9 malam, jalanan pun sepi. Orang-orang lebih memilih tinggal di rumah masing-masing yang hangat. Jadi, malam itu pun kami berpisah. Julia dan Nik berjanji akan menghubungi saya esok harinya. Saya naik trem kembali ke arah Jl. Lenin, membelah Jl. Karla Marxa, turun, lalu berjalan menanjak sekitar 500 meter ke apartemen. Saat masuk ke kamar di lantai tiga, tubuh saya sudah berkeringat. []

11 thoughts on “Balada Ukraina #7

            1. Indradya SP Post author

              hehehe…botolan, tapi kok enak banget ya….sampe ketagihan. jangan2 dicampur vodka….hahaha ๐Ÿ˜›

              Reply
    1. Indradya SP Post author

      Hohoho…ya ada dong. Tapi biasanya mereka cuma nggak ngerti, bukan bermaksud jahat ๐Ÿ™‚

      Reply

Leave a comment