Yang namanya kedai ramen konon meruyak sejak beberapa tahun terakhir di Bandung. Saya sih nggak tahu persis kedai mana saja yang ramennya enak. Saya juga bukan penggemar berat makanan Jepang, sebenarnya, tapi nggak masalah sih sesekali nyicip. Toh saya juga demen makan mi.
Nah, sejak beberapa bulan lalu saya sering banget makan di warung Ramen Bajuri ini. Sebulan bisa 2-3 kali. Lokasinya di sekitar Jl. Lengkong, Bandung, nyeberang sedikit dari resto Athmosphere, agak masuk beberapa meter ke jalan kecil yang namanya Jl. Sasak Gantung. Ukuran kedai ini tak terlalu besar, seukuran garasi yang muat dua mobil plus beberapa motor aja. Bagian dapurnya bergaya interior kayu dan berhiasan beberapa gantungan bertulisan Jepang. Plus TV dan kipas angin.
Pertama kali datang ke sini dan melihat buku menu, saya jadi rada puyeng. Bukan apa-apa, soalnya jumlahnya cukup banyak dan sebagian judul makanannya rada nggak nyambung … hehehe! Coba ya, ada menu namanya “Ramen Aku Mah Apa Atuh”, “Ramen Penghilang Stres”, “Ramen Mas Bram, “Ramen ISIS (Ini Sayur Itu Sayur), “Ramen Cabe-cabean (topping cabe)”, dan lain-lain. 🙂
Kita juga bisa memilih rasa kuah dan tingkat kepedasan ramen pesanan kita. Untuk rasa kuah ada original, kare, oriental, dan tomyam. Tingkat pedasnya bisa pilih dari 1 sampai 5 (paling pedas).
Kata orang sih, makanan yang disajikan di sini bukan ramen betulan. Kesamaan dengan ramen hanya mi dan mungkin topping ekadonya. Sisanya macam-macam: ada topping bakso gepeng, sawi, sosis, dan bakso berbentuk Angry Bird. Di pilihan kuahnya tidak ada kaldu sapi, miso, atau shoyu, dan telurnya terlalu matang untuk ramen.
Tapi saya nggak peduli sama semua itu. Makanan enak ya enak aja, nggak perlu repot bikin definisi. Apalagi kita cuma konsumen … hehehe! Waktu pertama ke sini, saya pesan “Ramen Aku Mah Apa Atuh”—ini ramen dengan topping chicken bulgogi dan ekado. Saya kaget banget karena ukuran mangkoknya segede baskom!
Tenang … sebagai orang bertanggung jawab, saya tetap hajar ramen sebaskom gitu sendirian. Ludes juga … hahay! 🙂 Kalau mau makan porsi sebaskom ini cari aja bagian ultimate ramen di buku menu. Ramen Mas Bram juga enak untuk ukuran sebaskom ini … hehehe 🙂
Rekomendasi saya selain “Ramen Aku Mah Apa Atuh” adalah “Yamin Ramen”—yang ini ramen dengan chicken teriyaki, pangsit, dan ekado. Sebenarnya masih ada bibimbap dan chicken katsu segala, tapi saya belum pernah cicipin itu.
Untuk minumannya, saya selalu pesan es teh leci Teh lecinya ini pake gelas guede banget! Jadi kalau mau ngirit minum berdua pasangan, ya pesen ini aja. Cuma Rp 10 ribu kok. Rasanya segar dan wangi. Satu lagi minuman favorit saya di sini adalah green tea latte. Manisnya pas dan warnanya hijau pupus ngejreng dengan dua leci gemuk di dalamnya. Enak!
Pokoknya, makan ramen di sini di siang hari bolong yang panas atau sedang hujan sama asyiknya. Apalagi di sini harga ramennya ramah dompet dan menerima pembayaran dengan kartu debit dan kredit. Ramennya dimulai dari harga Rp 15 ribu dan paling mahal kalau nggak salah cuma Rp 25 ribu. Itu yang pake baskom tadi yah … 😛
Berhubung lokasinya dekat kampus, nggak heran kedai ini sering dipenuhi mahasiswa. Makanya disediakan menu bernama “Ramen Akhir Bulan” seharga Rp 15 ribu … wkwkwk! Tapi banyak juga kok keluarga yang makan di sini.
Satu hal nggak penting tapi harus saya ceritain adalah tukang parkirnya. Seumur hidup, baru kali ini saya ketemu tukang parkir “profesional”. Selain orangnya senang menyapa ramah, dia juga “ada kerjanya”: mengambilkan motor, mengelap jok (kalau basah habis hujan), menurunkan footstep motor, dan selalu mengingatkan “Gak ada yang ketinggalan, Mas?”. Untuk servis macam itu, dua ribu rupiah tanpa cemberut dari pelanggan Ramen Bajuri pantas untuknya …. hahaha! 😀